ANALISA UNDANG – UNDANG TENAGA KERJA NO. 13 TAHUN 2003
1. Pasal
52-54
Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja
Memiliki kontrak kerja sangat penting dalam hubungan
profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak dan kewajiban menjadi
tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dicermati dalam kontrak
kerja.
§ Mengikat
pengusaha dan pegawai
Bagi pegawai, kontrak kerja merupakan pernyataan setuju
bergabung dalam perusahaan sebagai karyawan dengan sejumlah ketentuan. Di sini,
kontrak kerja bisa berfungsi sebagai pemberi rasa aman. Selain itu, juga berisi
rincian tugas dan tanggung jawab.
§ Dibuat
dengan Jelas
Undang-Undang No.13/ 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat
d menyebutkan, pengusaha tidak boleh memberi kewajiban kerja yang bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sebuah kontrak kerja, menurut Pasal 54 ayat 1 UU No.13/2003,
harus memuat:
a) Nama, alamat perusahaan, dan
jenis perusahaan.
b) Nama, jenis kelamin, umur, dan
alamat pekerja/buruh.
c) Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat pekerjaan.
e) Besarnya upah dan cara
pembayarannya.
f) Syarat-syarat kerja yang
memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
g) Mulai dan jangka waktu
berlakunya perjanjian kerja.
h) Tempat dan tanggal perjanjian
kerja dibuat.
i) Tanda tangan para
pihak dalam perjanjian kerja.
§ Tambahan
yang perlu diperhatikan
a) Tunjangan & fasilitas:
Banyak perusahaan memberikan gaji kotor, sehingga pegawai mendapati pemotongan
pada gajinya. Perhatikan juga tunjangan kesehatan, atau fasilitas kendaraan.
b) Masalah pengangkatan:
Perhatikan untuk kemungkinan pengangkatan. Apakah harus melalui masa percobaan
dahulu, jika ya, berapa lama masa percobaan.
c) Kontrak khusus: Jika perusahaan
melakukan pengembangan dan kita turut serta didalamnya, cermati apakah
pemindahan ini bersifat permanen dan status kita. Apakah sama dengan
sebelumnya, atau mengikuti perusahaan yang baru.
d) Jadwal kerja: Dalam kontrak kerja,
tertulis jadwal kerja yang harus dipatuhi. Lokasi kerja juga harus disebutkan.
Di samping itu, tanyakan juga jika menjalani kerja lembur, kita harus diberi
fasilitas tertentu.
e) Pemutusan hubungan kerja: Pasal
ini membahas kondisi yang bisa menyebabkan pegawai dikeluarkan jika terjadi
pelanggaran. Karena itu, kita perlu tahu kondisi-kondisi seperti apakah yang
membuat seorang pegawai dikeluarkan.
f) Kontrak kerja masa
percobaan: Kontrak kerja ada beberapa macam, untuk pegawai tetap, untuk jangka
waktu tertentu, atau proyek tertentu. Untuk kontrak jangka waktu tertentu atau
sering disebut masa percobaan, umumnya tiga bulan. Dalam masa ini, ada
perusahaan yang memberikan kontrak kerja, ada pula yang tidak. Di dalam kontrak
masa percobaan, perlu ada kriteria yang menentukan kompetensi seorang calon
pegawai diangkat sebagai pegawai tetap. Juga ada penjelasan seandainya kita
merasa tidak cocok dan ingin berhenti sebelum waktu kontrak berakhir, apakah
juga bisa berhenti sewaktu-waktu.
2. Pasal
64; 65; 66
Outsourcing
Outsourcing tidak dapat
dipandang secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan
pasti akan mengeluarkan dana lebih sebagai management
feeperusahaan outsourcing. Outsourcing harus dipandang secara
jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang
tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada
kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar,
dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan
kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada pelaksanaannya, pengalihan ini
juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan.
Diketahui bahwa pihak
Pemerintah melalui pejabat instansi ketenagakerjaan memiliki kewenangan
menentukan sah atau tidak suatu jenis pekerjaan yang dilakukan dengan
sistem outsourcing. Pada
prinsipnya, pekerja outsourcing tidak
dimaksudkan untuk pekerjaan yangberhubungan langsung dengan proses produksi.
Sehingga, dapat disimpulkan pengertian frasa “antara lain” dalam penjelasan
pasal tersebut sifatnya terbuka sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 66
ayat (1) UUK.
Outsourcing (Alih daya)
sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih
dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core
business) dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen
tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing
perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing,
dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang
memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja
yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing
menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan
di perusahaan pengguna outsourcing.
Karyawan outsourcing selama ditempatkan diperusahaan pengguna
jasa outsourcing wajib mentaati ketentuan kerja yang berlaku pada perusahaan
outsourcing, dimana hal itu harus dicantumkan dalam perjanjian kerjasama.
Mekanisme Penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan diselesaikan secara
internal antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa
outsourcing, dimana perusahaan outsourcing seharusnya mengadakan pertemuan
berkala dengan karyawannya untuk membahas masalah-masalah ketenagakerjaan yang
terjadi dalam pelaksanaan outsourcing.
3. Pasal
35 dan 37
Masalah pada Pasal 35 ayat (1), “Pemberi kerja yang memerlukan
tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui
pelaksana penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1),
“Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan
Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk
waktu tidak tertentu.”
Ketiga pasal tersebut, dilengkapi dengan pasal lain yang
relevan, melahirkan dua istilah baru: pekerja kontrak dan outsourcing.
Perusahaan, baik swasta atau BUMN, yang membutuhkan tenaga kerja baru dengan
menggunakan manajemen rekrutmen sendiri, dan membuat sendiri perjanjian kerja
untuk waktu tertentu, status pekerjanya disebut kontrak. Mulai dari publikasi
lowongan kerja, menyelenggarakan test tertulis dan wawancara, semuanya
dilakukan oleh perusahaan terkait. Sebaliknya, sebuah perusahaan yang
menggunakan jasa lembaga atau perusahaan lain berdasarkan ketentuan yang sudah
disepakati bersama untuk mencari tenaga kerja baru, status pekerjanya disebut
outsourcing. Dan, perusahaannya disebut perusahaan outsourcing. Dalam hal ini,
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tak perlu repot-repot mempersoalkan
proses rekrutmen. Terima jadi saja.
Berpedoman pada undang-undang nomor 13 tersebut, perusahaan
penyedia jasa atau perusahaan outsourcing memungut biaya penempatan kerja dari
pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja terkait, disesuaikan dengan
golongan dan jabatannya. Artinya, ada dua keuntungan yang didapat. Kita gunakan
hitungan matematis. Misalkan upah staff biasa yang diberikan pemberi kerja
kepada perusahaan outsourcing 3 juta per bulan, tentu uang tersebut tidak serta
merta langsung diberikan penuh kepada tenaga kerja. Ada pemotongan.
Diistilahkan, potong atas. Jika dipotong 20 persen per orang per bulan, maka
tiap bulan pendapatan yang diperoleh Rp. 600.000 untuk tiap orang. Jika
mempekerjakan 100 orang, akan diperoleh 60 juta per bulan.
Kesengsaraan yang ditimbulkan: Pertama, sulit mendapatkan
jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali. Kita misalkan Sdr Budi. Kinerja,
absensi dan kedisiplinan baik. Hasil kinerja Sdr Budi cukup baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Tidak pernah absen,apabila absen, karena sakit.
Mengenai disiplin, 30 menit sebelum kerja Sdr Budi sudah tiba di kantor, dan
pekerjaan yang diberikan atasan selesai sesuai deadline yang ditentukan. Namun,
karena bekerja di bawah kekuasaan perusahaan outsourcing, kemungkinan Sdr Budi.
dipromosikan ke posisi lebih tinggi sulit terwujud.
Pemotongan upah yang besar. Ini kesengsaraan kedua. Jika
perusahaan outsourcing tidak ada, perjanjian kerja untuk waktu tertentu pasti
dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja secara langsung, dengan begitu tidak
ada pemotongan upah. Pekerja akan mendapat upah penuh, walau status masih
pekerja kontrak. Seperti yang disebutkan di atas, pemotongan bisa mencapai 20
atau bahkan 30 persen dari upah yang diberikan pemberi kerja.
Kesengsaraan ketiga, jaminan sosial tenaga kerja tidak diurus.
Jaminan sosial cenderung ditunda-tunda atau terkadang tidak jelas kabarnyawalau
sudah dilakukan pemotongan dari upah per bulan tiap pekerja. Jaminan tersebut
diperuntukkan saat si pekerja tidak lagi bekerja atau sudah cukup usia untuk
tidak bekerja. Kalau jaminan sosial tersebut tidak dimiliki, itu sangat
merugikan pekerja.
4. Pasal
78
Lembur
Upah Kerja Lembur adalah upah yang diterima pekerja atas
pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukannya.
Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara menghitung upah
sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam
Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004.
Yang harus dipahamin bahwa lembur bukan merupakan Penghasilan
dan Lembur itu adalah sukarela. Kedua hal itu penting untuk di”mind set” kan
sebab tidak selamanya pekerja/buruh akan melakukan kerja lembur. Setelah
bekerja beberapa tahun dapat saja pekerja/buruh memperoleh posisi yang sudah
tidak lagi membutuhkan lemburan. Selain itu tidak setiap saat pekerja/buruh
sedia melaksanakan pekerjaan melewati waktu kerja karena adanya kebutuhan lain
yang mesti dikerjakan pada saat yang bersamaan. Disamping itu ada satu hal
penting lain yang mestinya menjadi bahan pertimbangan seorang pekerja/buruh
melaksanakan lembur meski tidak mudah dilakukan adalah pada waktu perintah
untuk lembur diberikan segera sediakan Formulir Lembur untuk diisi dan ditanda
tangani oleh pekerja/buruh dengan pejabat berwenang atau yang memerintahkan
lembur disesuaikan dengan masing-masing perusahaan. Jelas diatur dalam Kepmen
bahwa untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dan persetujuan
tertulis dari kedua belah pihak antara pekerja/buruh dan pejabat yang
memerintahkan lembur. Dalam peraturan ketenagakerjaan waktu kerja lembur hanya
dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja
lembur berkewajiban untuk; membayar upah kerja lembur, memberi kesempatan untuk
istirahat secukupnya dan memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1400
kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 jam atau lebih. Perhitungan upah
lembur sesuai Pasal 8 Kepmen 102/2004 didasarkan pada upah bulanan dimana cara
menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Angka 173 itu didapat
dari ini: di dalam 1 tahun terdiri dari 52 Minggu, 1 Minggu karyawan kerja 40
jam. Dalam 1 tahun karyawan bekerja 52 minggu x 40 jam = 2080 jam. Dalam 1
bulan karyawan bekerja 2080/12 = 173,333 dibulatkan menjadi 173. Diambil
hitungan 52 Minggu dalam 1 tahun bukan 4 minggu dalam sebulan karena jumlah
hari dalam 1 bulan lebih dari 4 minggu. Dan perhitungan lembur antara hari kerja
dan hari libur dibedakan.
Sesuai ketentuan dalam Kepmen 102/2004 Pasal 10 dalam hal upah
terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap maka dasar perhitungan upah lembur
adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.
Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan
tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil
dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah maka dasar perhitungan
upah lembur 75 %. (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.
Cara perhitungan lembur ini sekali lagi landasannya adalah
Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan UU maka hal itu tidak
diperkenankan.
5. Pasal
88-98
Struktur dan skala upah
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan. (lihat Pasal 1 ayat [30])
Dalam menetapkan besarnya upah yang berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dan pekerja ini tidak boleh lebih rendah dari ketentuan upah
minimum yang telah ditetapkan pemerintah setempat (lihat Pasal 89).
Mengenai penerapan peninjauan upah berkala sebagaimana diatur dalam Pasal
92 ayat (2). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa peninjauan upah secara
berkala dilakukan oleh pengusaha dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan
produktivitas. Peninjauan upah ini dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan
hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan (lihat penjelasan
Pasal 92 ayat [2]).
Dalam struktur dan skala upah tersebut, tergambar jenjang
kenaikan upah standar yang mendasarkan/memperhatikan golongan, jabatan, masa
kerja, (kualifikasi) pendidikan dan kompetensi kerja masing-masing
pekerja/buruh serta mempertimbangkan kondisi perusahaan (lihat Pasal 92 ayat
[2]). Pada praktiknya, pengusaha akan meninjau upah pekerjanya secara berkala
(biasanya per tahun) dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja,
pendidikan, kompetensi kerja dan kemampuan/kondisi perusahaan. Yang perlu
diperhatikan adalah struktur dan skala upah yang diberikan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan tersebut di atas dan skala upah yang diberikan tidak boleh
lebih rendah dari upah minimum yang berlaku. Jika ketentuan-ketentuan tersebut
dilanggar, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum.
Pemotongan Upah
Upah kotor adalah gaji pokok dan tunjangan tetap yang kita
terima sebelum dilakukan pemotongan-pemotongan. Upah bersih yang didapat
pekerja tiap bulan biasa kita kenal dengan istilah “take home pay”. Perbedaan
antara upah kotor dan upah bersih disebabkan oleh adanya pemotongan-pemotongan gaji,
seperti; Pemotongan upah karena absen tanpa alasan yang jelas:
Secara hukum, apabila pekerja tidak bekerja, maka upah tidak
dibayar (Pasal 93 ayat 1 UU No.13/2003). Namun, pemotongan upah pekerja yang
tidak masuk kerja tidak dapat dilakukan begitu saja, karena berdasarkan
Undang-Undang 13 tahun 2003, pekerja dilindungi haknya untuk mendapatkan upah
penuh untuk hari atau hari-hari ia tidak masuk bekerja, antara lain dalam hal
pekerja tidak masuk kerja karena sakit, menjalani cuti yang merupakan haknya, menikah,
menikahkan anaknya, sedang haid bagi pekerja perempuan, atau ada anggota
keluarga (orang tua, mertua, keluarga dalam satu rumah) meninggal dunia.
Komponen upah
Pada pasal 92 ayat (3), Ketentuan mengenai struktur dan skala
upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Berikut adalah pengertian dari gaji pokok, tunjangan tetap dan
tunjangan tidak tetap menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.
SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Upah dan Pendapatan Non Upah :
a. Gaji pokok adalah adalah imbalan dasar (basic salary) yang
dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
b. Tunjangan tetap adalah pembayaran kepada pekerja yang
dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau
pencapaian prestasi kerja tertentu (penjelasan pasal 94 UU No. 13/2003).
Tunjangan tetap tersebut dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan
pembayaran upah pokok, seperti tunjangan isteri dan/atau tunjangan anak,
tunjangan perumahan, tunjangan daerah tertentu.
c. Tunjangan Tidak Tetap adalah pembayaran yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja yang diberikan secara tidak tetap
dan dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran
upah pokok, seperti tunjangan transpor dan/atau tunjangan makan yang didasarkan
pada kehadiran.
Pada Pasal 94 Undang-Undang (UU) no.13 tahun 2003 tentang Tenaga
Kerja, komponen Upah Minimum hanya terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap.
Tunjangan tidak tetap tidak termasuk dalam komponen Upah Minimum. Besarnya gaji
pokok sekurang-kurangnya harus sebesar 75 % dari jumlah Upah Minimum.
Upah minimum = Gaji pokok (75% dari Upah Minimum) + Tunjangan
tetap (25% dari Upah Minimum)
Contoh : Upah Minimum Provinsi Jakarta sebesar Rp. 1.529.150.
Apabila Anda bekerja di DKI Jakarta, perusahaan dilarang membayar pekerja
tersebut dengan upah yang lebih rendah dari Rp 1.529.150. Perusahaan juga harus
memberikan gaji pokok sekurang-kurangnya 75% dari Rp. 1.529.150 yakni sebesar
Rp. 1.146.862. Jadi apabila gaji keseluruhan Anda Rp. 1.600.000 (yang notabene
lebih besar dari UMP Jakarta) akan tetapi gaji pokok Anda hanya sebesar Rp.
900.000 (kurang dari 75% UMP Jakarta) maka Anda telah dibayar di bawah Upah Minimum
DKI Jakarta.
Pada prakteknya, sering kali jumlah tunjangan menjadi lebih
besar dari gaji pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Hal ini tentu saja
dapat menimbulkan salah pengertian di dalam hubungan kerja yang akhirnya akan
dapat mengganggu hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Karena tunjangan
yang diberikan besar maka jumlah gaji keseluruhan (take home pay) dirasa telah
melebihi Upah Minimum, padahal Upah Minimum hanya terdiri dari Gaji pokok +
tunjangan tetap saja.
6. Pasal
108-115
Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan merupakan salah satu unsur penting bagi
stabilitas usaha dan pembianaa karyawan. Peraturan perusahaan merupakan sebuah
kebutuhan dasar ketika usaha mulai berkembang dan menggaji orang sebagai
karyawan. Pada pasal 108-155 Undang-undang Tenaga Kerja No 13 Tahun 2003
mengatur mengenai hal ini. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang
mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Peraturan
perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang
bersangkutan.
Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. Hak dan kewajiban pengusaha;
b. Hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c. Syarat kerja;
d. Tata tertib perusahaan; dan
e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Masa berlaku
peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah
habis masa berlakunya. Dan pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi
serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada
pekerja/buruh.
Fungsi peraturan perusahaan dibuat untuk melindungi hak dan
kewajiban karyawan juga keharmonisan perusahaan.
Beberapa hal mengenai fungsi peraturan perusahaan:
§ Peraturan
perusahaan menjaga stabilitas ekonomi, jika hak dan kewajiban kedua pihak
dijalankan sesuai dengan aturan artinya adanya keharmonisan dan perekonomian
akan meningkat.
§ Peraturan
perusahaan menjaga hak dan kewajiban, pengusaha dan karyawan memiliki
kepentingan masing-masing. Pengusaha membutuhkan karyawan untuk membantu
kinerja perusahaan, karyawan menerima gaji sebagai haknya dari hasil
kinerjanya. Agar hak dan kewajibannya berjalan baik, maka perlu diikat dalam
peraturan perusahaan.
§ Peraturan
perusahaan menjamin kinerja karwayan; setiap karyawan dalam menjalan kan
tugasnya harus sesuai job deskripsi yang sudha ditentukan perusahaan. Ini
berguna untuk mengatur harmonisasi perusahaan. Job deskripsi merupakan bagian
dari peraturan perusahaan yang mengatur kinerja perusahaan.
§ Peraturan
perusahaan menjaga keamanan internal perusahaan; dengan adanya peraturan
perusahaan maka akan dapat terhindar dari berbagai macam gangguan. Setiap ada
pelanggaran akan ditindak tegas. Jika perlu ada sangsi sesuai tingkat
kesalahan. Peraturan dibuat bertujuan menjaga keamanan lingkungan kerja.
Setelah kita lihat bahwa maksud dan fungsinya peraturan
perusahaan adalah baik, seharusnya perusahaan tidak menunda untuk membuat dan
mengesahkan peraturan perusahaannya. Akan tetapi masih banyak perusahaan yang
tidak memiliki, menunda untuk mengesahkannya dan bahkan membuatnya tapi tidak
mengesahkan dan tidak mensosialisasikannya ke karyawan. Akhirnya banyak masalah
datang, keharmonisan terganggu dan kinerja menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar